TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 74 persen pabrik gula BUMN berusia lebih dari satu abad. Lokasinya juga berdekatan, kerap berebut bahan. Sudah seharian Misno memarkir truknya di depan Kantor Pos Jatiroto, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Rabu pekan lalu. Sejak fajar, truk yang ia setiri tidak bisa gerak. Bukan karena mogok. “Tapi mesin Pabrik Gula Jatiroto yang macet. Saya sejak subuh sudah di sini,” kata Misno, kutip Majalah Tempo edisi Senin 5 Juni 2017.
Warga Rojopolo, Kecamatan Jatiroto, itu menyetiri truk besar yang mengangkut berton-ton tebu. Perdu manis itu akan digiling di Pabrik Gula Jatiroto. Gerbang pabrik milik PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) masih 100 meter lagi. Di depan Misno, puluhan truk pengangkut tebu sudah duluan antre. Di belakangnya, deretan truk lain juga menunggu giliran masuk, menghabiskan satu sisi Jalan Ranupakis.
Baca: Menteri BUMN: Pabrik Gula Tak Efisien Tetap Akan Ditutup
Dari seseorang sesama sopir truk tebu Misno baru tahu, mesin pabrik akan hidup lagi pada pukul tiga sore. Misno senewen. Dia berkeras pulang saja ke rumahnya, sembilan kilometer dari pabrik. Keduanya lalu menunggu tumpangan kendaraan di pinggir Jalan Ranupakis. Truk mereka tinggal.
Cerobong Pabrik Gula Jatiroto pada sore itu sebetulnya masih mengepul. Pertanda ada produksi penggilingan tebu. Tapi selain menggiling, pabrik itu juga sedang mengerjakan garapan lain. Sejumlah pekerja bangunan tampak memasang rangka besi.
Di bagian belakang pabrik, seorang pria India mengawasi pemasangan ketel dan turbin. Satu traktor meratakan tanah areal pabrik, yang kelak akan menjadi lokasi ketel baru. “Revitalisasi pabrik ini tidak boleh menggangu gilingan, ini paralel,” kata Direktur Utama PTPN XI, M Cholid, di kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Selasa pekan lalu.
Baca: Swasembada, Pemerintah Tata Ulang Pabrik Gula
Pemasangan ketel dan turbin baru untuk meningkatkan kemampuan giling Jatiroto dari 7.000 ribu ton tebu per hari (ton cane per day/ TCD) menjadi 10 ribu ton. Biayanya mencapai Rp 870 miliar. Pada 2015, PTPN XI melalui induknya, PTPN III Holding dapat kucuran modal negara sebanyak Rp 650 miliar untuk membiayai proyek itu. Sisanya dari dana internal dan pinjaman.
“Tahun ini sudah mulai proyek. Konsorsium penggarapnya sudah ada,” kata Cholidi. Konsorsium itu adalah Kerjasama Operasi (KSO) Hutama Karya, Uttam India, dan EA Euro Asiatic.
Tidak Efisien